Sekilas.co – KinoFest kembali digelar dengan meriah di Wisma Jerman, Embong Kaliasin, Surabaya, pada 28–30 Oktober 2025. Setelah rangkaian acara berakhir, sejumlah film bertema perempuan dan dinamika keluarga yang diputar di festival tahunan Goethe-Institut tersebut masih ramai diperbincangkan oleh para penikmat film dan pegiat seni.
Pada penyelenggaraan tahun ini, penonton di Surabaya disuguhi tujuh film pilihan yang semuanya merupakan rilisan terbaru industri sinema Jerman.
Lima di antaranya merupakan film produksi 2024, yaitu Vena, Niko, Reise zu den Polarlichtern, Woodwalkers, Die Saat des heiligen Feigenbaums, dan Zwei zu Eins. Sementara itu, dua judul lain merupakan film anyar tahun 2025, yakni Köln 75 dan Heldin, Late Shift.
Keseluruhan film yang ditayangkan memusatkan perhatian pada isu hubungan keluarga, penopang utama dalam kehidupan sosial seseorang, serta representasi perempuan yang menghadapi berbagai tuntutan sekaligus tantangan. Penekanan pada dukungan emosional, rasa aman, dan pencarian identitas menjadi benang merah dari narasi-narasi yang disampaikan.
“KinoFest menyediakan ruang bagi publik untuk memahami nilai keluarga melalui sudut pandang pembuat film Jerman. Tidak hanya mempertemukan penonton dari Asia Tenggara hingga kawasan Pasifik, festival ini turut membuka percakapan baru mengenai bagaimana konsep keluarga berkembang di zaman modern,” ujar Marguerite Rumpf, Kepala Regional Program Budaya Goethe-Institut Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru.
Walaupun diproduksi oleh sineas Jerman, film–film tersebut turut mengangkat realitas sosial yang bervariasi, meliputi konteks budaya Berlin hingga Teheran. Narasi yang dihadirkan memperlihatkan bahwa keluarga tidak melulu soal kedekatan dan kasih sayang, tetapi juga bisa menjadi arena pertarungan ideologi, kritik sosial, hingga ruang perlawanan terhadap ketidakadilan.
Lisabona Rahman, kurator KinoFest 2025, menjelaskan bahwa film–film pilihan tahun ini menampilkan latar sejarah sosial, ekonomi, dan politik yang melekat pada situasi masyarakat Jerman. Ia menegaskan bahwa beberapa cerita bahkan menunjukkan bagaimana aksi pemberontakan dalam keluarga dapat mempererat hubungan antaranggotanya.
“Dalam tindakan pembangkangan bersama, koneksi antarindividu terbangun dan komunitas baru dapat dibayangkan,” katanya kepada Harian Disway, Sabtu (29/11/2025).
Penonton juga dapat menjumpai berbagai representasi ibu, mulai dari sosok yang digambarkan sebagai sumber kekuatan dan pengorbanan, hingga figur perempuan yang hidup dengan kecemasan dan tekanan sosial yang tidak sedikit.
Semuanya diramu dalam kisah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, sehingga mampu menyentuh emosi sekaligus mengundang ruang diskusi baru tentang makna keluarga.





